Toko Adventure Terbaru

Senin, 14 Juli 2008

Perbedaan Niat dan Nadzar






Ustadz Menjawab

bersama Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc.

Kirim Pertanyaan

Perbedaan Niat dan Nadzar

Senin, 14 Jul 08 04:27 WIB

Kirim teman

Ustad, saya mempunyai niat yang sudah dibicarakan kepada isteri bahwa bila kita menjual ruko sebesar Rp A juta.

Saya punya niat akan mensedekahkan dan zakat sebesar Rp 50 jt, tapi ternyata sekarang ada yang menawar kurang dari Rp A tersebut dan kami ingin berkeinginan untuk menjualnya seharga tawaran tersebut.

Pertanyaannya: Apakah niat kami tersebut termasuk nadar walaupun saya bilang bahwa ini hanya niat bukan nadar; yang kedua boleh tidak kami menjual sesuai tawaran tersebut walaupun kurang dari Rp A tersebut?

Apakah ini termasuk dapat menggugurkan niat kami (kami akan tetap mengeluarkan tapi tidak sebesar yang semula)?

Terimakasih atas jawabannya

Hari

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Antara berniat untuk bersedekah dengan bernadzar dengan bersedekah punya banyak persamaan, tetapi bukan berarti kedua sama. Perbedaan antara keduanya sangat tipis. Walau pun demikian, keduanya tetap saja berbeda.

1. Niat

Al-Imam Asy-Syafi'i mengatakan bahwa niat itu adalah bermaksud untuk melakukan sesuatu, di mana maksud itu diiringi dengan pengerjaannya. Lihat kitab Hasyiatul Jamal fi Syarhil Minhaj jilid 1 halaman 107.

Dalam mazhab Asy-Syafi'i, kedudukan niat adalah rukun dari suatu ibadah, di mana sebuah ibadah ritual seperti shalat, puasa, haji dan lainnya, tidak sah bila tidak ada niat.

Sedangkan mazhab lainnya seperti mazhab Hanafi, Maliki, Hambali dan sebagain ulama di kalangan mazhab Syafi'i meletakkan kedudukan niat sebagai syarat atas sah ibadah, bukan rukun.

2. Nadzar

Berbeda dengan niat yang kedudukannya rukun atau syarat, nadzar kedudukannya adalah wajib.

Karena nadzar pada hakikatnya adalah sebuah janji untuk melakukan ibadah tertentu yang semula hukumnya sunnah, dengan syarat apabila keinginannya tercapai.

Nadzar bisa kita definisikan menjadi pengubahan hukum ibadah dan aneka ketaatan atau pendekatan diri kepada Allah, sehingga hukum itu berudah dari sunnah menjadi wajib, dengan syarat bila keinginan terkabul.

Maka yang dinadzarkan hanya hal-hal yang terkait dengan ibadah, atau ketaatan kepada Allah, atau pun juga pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji, baca Quran, atau menghafalkannya. Bisa juga bersifat maliyah (harta) seperti membantu korban bencana, memberi beasiswa dan seterusnya.

Menggunduli kepala atau memotong kumis dan alis hanya sebelah saja, kalau team sepakbola kesayangannya menang, jelas bukan nadzar. Malah sebaliknya, termasuk merusak ciptaan Allah.

Karena menggunduli kepala dan sejenisnya itu sama sekali tidak ada nilai ibadahnya. Sebaliknya, malah cenderung menjadi dosa, karena menjadi bahan ejekan dan tertawaan dari orang lain. Becanda sih becanda, tapi tidak boleh sampai ke titik pelecehan.

Kewajiban Menunaikan Nadzar

Menunaikan nadzar hukumnya wajib, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِ

Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).(QS. Al-Hajj: 29)

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

Nadzar bosa diikrarkan di dalam diri sendiri, atau boleh juga diungkapkan kepada orang lain.

Misalnya, kita berniat untuk shalat. Tentu berbeda dengan kita bernadzar untuk shalat. Kalau kita niat mau shalat, maka kita tinggal menjalankan shalat, baik shalat itu hukumnya wajib atau pun hukumnya sunnah.

Akan lain ceritanya kalau kita bernadzar untuk shalat, shalat yang tadinya cuma sunnah, begitu kita nadzarkan berubah hukumnya jadi wajib. Misalnya kita bernadar kalau nanti naik jabatan, malamnya akan melakukan shalat tahajjud. Meski shalat tahajjud itu hukumnya sunnah, namun ketika sudah dinadzarkan, berubah hukumnya jadi wajib. Maksudnya kalau apa yang dinadzarkan terkabul.

Bagaimana kalau tidak terkabul?

Ya, tentu saja tidak wajib dijalankan. Tapi kalau mau dijalankan juga, maka boleh saja dan tetap berpahala. Jadi hukumnya sunnah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Related Post :