Toko Adventure Terbaru

Kamis, 28 Agustus 2008

Mimbar Jum'at : Dicabutnya berkah









Dicabutnya berkah

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Surat Ar-Ruum: 41).

Salah satu hal yang sering berlangsung menjelang Ramadan ialah razia tempat hiburan malam. Alasan yang dipakai ialah untuk menghormati bulan tersebut sehingga salah satu sumber maksiat ini harus ditutup. Tapi, marilah kita bertanya apakah tindakan itu sudah cukup? Jawabnya ialah belum cukup.
Menghindarkan diri dari maksiat seharusnya dilakukan oleh setiap orang sepanjang tahun. Cobalah sekarang kita simak kehidupan bangsa kita. Maksiat ada di mana-mana dan terjadi setiap saat.


Korupsi dan tindakan asusila, penggundulan hutan, mengubah hutan lindung menjadi kawasan permukiman secara melawan hukum, menjual tambang kepada asing, pemerasan oleh jaksa seperti yang dilakukan oleh Urip Tri Gunawan, anggota Dewan menagih upeti, menabur suap untuk meloloskan atau menjegal UU.


Oleh karena itu, jangan heran jika bangsa ini sedikit demi sedikit merangkak menuju kepada kehancuran karena berkah-berkah yang diturunkan oleh Allah SWT kian banyak yang dicabut-Nya.


Karut-marut pengelolaan pertambangan dan energi telah menyebabkan Indonesia keluar dari organisasi pengekspor minyak karena sejak beberapa tahun terakhir negeri kita jadi pengimpor minyak.


Minyak tanah hilang dari pasaran, gas sulit dicari, kekeringan, kelaparan, orang terinjak-injak karena antre Sembako gratis, penipuan, perampokan, pembunuhan, aborsi, menjadi buruh di perusahaan-perusahaan asing, TKW diperkosa dan dibunuh, anak SD gantung diri karena terlambat membayar SPP atau tidak mampu membeli buku, penderita HIV kian bertambah, flu burung mewabah di mana-mana, lumpur Lapindo, dan masih banyak lagi musibah dan bentuk-bentuk dicabutnya berkah dari bumi Indonesia.


Merujuk Surat Ar-Ruum ayat 41 di atas dan kerusakan yang dilakukan oleh para pemimpin kita, maka ada beberapa solusi yang dapat ditawarkan.


1. Memilih pemimpin yang mencintai kebenaran. Kalau kita perhatikan maka pemilihan pemimpin selama ini mulai dari proses penjaringan hingga penetapan dilakukan dengan cara yang tidak benar. Kekuatan uang lebih dominan daripada kekuatan moral dan ilmu. Komitmen kelompok, termasuk partai, mengalahkan komitmen iman dan kebenaran.


2. Memilih pemimpin yang amanah. Kita telah belajar banyak dari para pemimpin yang tidak dapat dipercaya baik ucapan dan tindakannya. Oleh karena itu ke depan bangsa ini harus berani memberhentikan pemimpin yang khianat dan tidak pernah mengulang sejarah dengan memilih calon pemimpin yang mempunyai karakteristik yang sama dengan para pemimpin sekarang.


3. Memilih pemimpin yang cerdas dan berilmu. Ada kecenderungan kecerdasan pada saat sekarang diukur dari kemampuan berbicara dan berkelit dari tanggung jawab terhadap kesalahan yang dilakukannya. Tentu saja ini jauh dari makna cerdas dan berilmu.


4. Memilih pemimpin yang tidak henti-hentinya mengajarkan keimanan, kebenaran, dan kebaikan terutama melalui kesamaan perkataan dan perbuatan atau contoh yang patut diteladani.


5. Mengubah paradigma politik kotor menjadi paradigma politik manusia mulia. Banyak sekali pelajaran politik dalam Alquran dan Sunah salah satunya ialah dalam perjalanan hidup Adam AS. Jika kita belajar dari perjalanan Rasulullah Adam AS maka untuk menjadi pemimpin (khalifah), paling tidak ada yang dipenuhi.


6. Pengawasan oleh setiap warga negara terhadap pemerintah, aparat, penegak hukum, swasta, dan intern rakyat sendiri. Pengawasan oleh setiap warga negara dilindungi oleh Alquran dan sunah, kesepakatan internasional misalnya HAM Islam dan PBB, dan Konstitusi kita.


Pengawasan oleh setiap warga juga valid karena rakyatlah yang paling banyak menderita. Pengawasan oleh setiap warga negara juga akan membantu kekurangan tenaga pengawas yang ada dalam lembaga pengawasan seperti DPR, Polri, BPK.
Menutup tempat hiburan selama Ramadan memang patut dihargai, tapi hal itu belum cukup. Bisnis ini harus dikonversi ke bisnis lain yang membantu menjadikan bangsa Indonesia bermartabat. Demikian juga bentuk-bentuk maksiat yang sudah disebutkan di atas harus segera dihentikan. - Oleh : Prof Moch Sholeh YA Ichrom PhD Ketua MUI Kota Solo

Related Post :