![]() ![]() ![]() ![]() |
Oleh : Redaksi 06 Sep 2008 - 3:00 am
Umat Islam Sumsel Sambut Baik SK Pelarangan Ahmadiyah dari Gubernur
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah mengeluarkan keputusan yang berani soal Ahmadiyah. Gubernur Sumatera Selatan Mahyudin MS melalui keputusan Gubernur nomor 563/KPT/BAN.KESBANGPOL & LINMAS/2008 Linmas melarang aliran Ahmadiyah, dan aktivitas penganut dan atau anggota pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia dalam wilayah Sumatera Selatan yang mengatasnamakan Islam dan bertentangan dengan ajaran agama Islam.
“Kami juga memerintahkan kepada Kanwil Depag, dan Kesbanpol dan Linmas Sumatera Selatan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kepada jemaah Ahmadiyah,” ujar Mahyudin saat membacakan keputusan itu pada Senin (1/9).
Keputusan itu dikeluarkan setelah berbagai ormas di Palembang terus menerus melakukan desakan agar pemerintah segera membubarkan Ahmadiyah.
Ia didampingi kepala Polda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Ito Sumardi, Pangdan II Sriwijaya Mayjen TNI mochammad Sochib dan kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Armansyah.
Keputusan Gubernur ini ditembuskan ke Mendagri, Menag, Jaksa Agung, Ketua DPRD Sumsel, sejumlah pimpinan ormas di Sumsel serta pimpinan JAI Sumsel di Palembang.
Sontak saja keputusan Gubernur Sumsel itu menuai protes Adnan Buyung Nasution, tokoh yang selama ini membela mati-matian Ahmadiyah.
Anggota Wantimpres ini meminta keputusan gubernur itu harus dibatalkan karena dianggap melampai kewenangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang tertinggi dan semangat pluralisme. Keputusan itu juga dianggap kebablasan dan bertentangan dengan semangat otonomi .”Gubernur melampaui kewenangan yuridisnya, semestinya tidak mengatur di bidang agama,” ujar Adnan Buyung dalam siaran persnya.
Adnan Buyung Nasution, termasuk salah satu tokoh yang sangat getol membela Ahmadiyah. Belakangan Adnan sering memanfaatkan posisinya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden untuk mengamankan eksistensi Ahmadiyah di negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini. [pendi/suara-islam.com]
Umat Islam Sumsel Sambut Baik SK Pelarangan Ahmadiyah dari Gubernur

Hal tersebut disampaikan oleh Pengurus MUI Sumatera Selatan Budianto kepada Suara Islam via telepon Jum’at (5/9). Sampai saat ini, masyarakat Sumatera Selatan akan terus mengawasi aktivitas anggota jemaah Ahmadiyah yang tersebar di 5 wilayah, antara lain di Palembang, Banyuasin, Lahat, Oku dan Muara Enim.
Menurut Budianto, pengurus Jemaah Ahmadiyah di sana belum merespon SK Gubernur tersebut. Anggota Jemaah Ahmadiyah masih menunggu rekomendasi dari pimpinan Jemaah Ahmadiyah di Jakarta. Jemaah Ahmadiyah mengklaim memiliki anggota di Sumsel sebanyak 3000 orang.
Pada bulan Agustus 2008, 1500 umat Islam se-Sumsel melakukan aksi menuntut pembubaran Ahmadiyah. Mereka meminta tindakan tegas dari Gubernur terkait keberadaan Ahmadiyah di Sumsel. Gubernur secara informal menyatakan dukungannya.
Pasca aksi, Pemerintah Provinsi Sumsel mengadakan rapat bersama dengan beberapa Ormas Islam pada 6 Agustus 2008 dan 28 Agustus 2008. Rapat tersebut menghasilkan kesepakatan pelarangan aliran sesat Ahmadiyah di Sumatera Selatan.
Memasuki hari pertama Ramadhan tahun ini, Gubernur Sumsel menetapkan SK Gubernur Nomor 563/KPT/BAN.KESBANGPOL & LINMAS/2008 tentang Larangan aliran Ahmadiyah dan aktivitasnya. “Gubernur siap menanggung segala resiko dari pengeluaran SK tersebut. Bahkan, kalau dipenjara pun Gubernur siap,” ujar Budianto.
Menanggapi respon negatif dari anggota Watimpres Adnan Buyung Nasution, MUI dan ormas Islam Sumsel menolak tegas intervensi dari pemerintah pusat. Menurut Budianto, pemerintah pusat seharusnya menghargai wewenang pemerintah daerah untuk membuat aturan pada masyarakatnya dalam konteks otonomi daerah. [ihsan/suara-islam.com]
Sumsel Diminta Tetap Larang Ahmadiyah


”Langkah yang diambil Gubernur Sumsel sudah sangat tepat. Justru akan mengundang permasalahan jika memang benar pemerintah pusat berencana akan membatalkan atau menganulir SK Gubernur tersebut,” kata Ismail Yusanto, juru bicara HTI, di Jakarta, Rabu (3/9).Ia menilai, SK Gubernur Sumsel semata-mata mengakomodasi aspirasi masyarakatnya dan mendasarkan pada diktum bahwa keberadaan Ahmadiyah telah mengganggu ketertiban umum. ”Jadi, beliau bukan pada persoalan agamanya,” papar Yusanto.
HTI berharap pemerintah pusat tidak berupaya membatalkan atau menghalangi-halangi langkah tersebut. ”Justru seharusnya pemerintah pusat memberikan dukungan penuh,” tegas Yusanto.Republika edisi 2 September lalu memberitakan, Pemerintah Provinsi Sumsel akhirnya bersikap tegas terhadap Ahmadiyah. Gubernur Sumsel, Mahyuddin NS, menerbitkan SK No 563/KPTS/Ban.Kebangpol & Linmas/2008 yang melarang aktivitas jemaat Ahmadiyah di daerahnya.
Butir pertama SK tersebut menyatakan, Pemprov Sumsel melarang aliran Ahmadiyah serta aktivitas penganut dan pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam wilayah Sumsel yang mengatakan Islam dan bertentangan dengan ajaran Islam. SK ini dibacakan di hadapan Kapolda Sumsel, Irjen Ito Sumardi; Kepala Kejaksaan Tinggi, Armansyah; Pangdam II Sriwijaya, Mayjen TNI Moch Sochib; Kepala Kantor Wilayah Depag, Mal’an Abdullah; dan Wakil Ketua DPRD Sumsel, Ellianudin HB.
Menurut Gubernur, pembuatan SK berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri No 3/2008 serta Surat Edaran Bersama Sekjen Depag, Jaksa Agung Muda Intelijen, serta Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Depdagri Nomor SE/B-1065/D/Dsp.4/08/2008 dan Nomor SE/119/921.D.III/2008.Surat-surat yang menjadi rujukan SK Gubernur Sumsel tersebut memberikan kewenangan kepada gubernur untuk melakukan pengamanan dalam pelaksanaan SKB yang meliputi pembinaan dan pengawasan terhadap jemaat Ahmadiyah di daerah. SK juga terbit atas desakan masyarakat Islam Sumsel yang resah oleh aktivitas sesat Ahmadiyah.
Sikap Mendagri.
Mendagri Mardiyanto menegaskan, substansi SK Gubernur Sumsel benar. Namun, implementasi SKB di tingkat daerah memerlukan kejelian agar tak terjadi kekeliruan.”Jadi, pemahamannya, substansinya benar. Tapi, kalaupun ada, mungkin ada satu intepretasi yang keliru,” kata Mendagri ketika diminta tanggapan oleh wartawan usai menghadap Presiden, kemarin.Mendagri akan meminta laporan resmi soal duduk persoalannya SK Gubernur Sumsel yang dikatakan sebagai suatu implementasi SKB di tingkat daerah. ”Tim (dari Depdagri) juga nanti akan mengawasi pelaksanaannya. Tapi, kalau saya baca secara utuh dari keputusan itu, sebetulnya menjabarkan SKB itu,” katanya.
Dalam SKB, sambung Mendagri, terdapat perincian soal larangan menjalankan ibadah atas nama Islam, namun tidak sesuai dengan ajaran Islam. ”Nah, istilah ‘tidak sesuai’ itu kan harus dikomunikasikan. Gubernur melakukan suatu tindakan memerintahkan kepada Susbangpol untuk turut mendata. Kalau masih bisa dibina, dibina. Ini kan langkah yang baik,” tandasnya. [rol/www.suara-islam.com]