|
bersama Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc.
Apakah Syariat Islam Wajib Diterapkan Sebagai Hukum Negara?
Senin, 18 Agu 08 03:16 WIB
Apakah syariat Islam wajib diterapkan sebagai hukum Negara?
Anton D H
rantaro
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau kita percaya pada Allah, Rasul dan kitab suci Al-Quran, maka tidak mungkin kita menyatakan bahwa hukum Islam tidak perlu diterapkan sebagai hukum negara.
Sebagaimana kita tahu bahwa syariah Islam itu mencakup aspek yang sangat luas. Bukan hanya menyangkut hukum ibadah ritual semata, tetapi termasuk juga masalah sosial masyarakat bahkan hukum positif yang berlaku formal di dalam sebuah negara.
Taruhlah dari masalah yang paling sederhana, zakat misalnya. Sesungguhnya zakat itu di masa Rasulullah SAW dikelola dan digulirkan oleh negara. Kepala negara saat itu, Rasulullah SAW atau para khalifah, mengangkat dan memberi wewenang kepada petugas khusus yang menangani masalah zakat. Kalau ada yang membangkang, mereka diperangi, bukan oleh ulama atau kiyai, tetapi diperangi oleh negara dengan senjata.
Negara menetapkan bahwa si fulan dan si fulan adalah pembangkang kewajiban zakat, karena itu atas nama negara, harta mereka bisa diambil secara paksa, atau kalau melawan, mereka ditetapkan sebagai musuh negara.
Bahkan sekedar syariat zakat pun membutuhkan wewenang sebuah negara untuk bisa dijalankan sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Belum lagi kalau kita bicara tentang hukum pernikahan wanita yang tidak punya wali. Secara tegas Rasulullah SAW menyebutkan bahwa penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak punya wali. Penguasa itu adalah kepala negara, meski dalam pelaksanaannya dia boleh mendelegasikan tugas menikahkan itu kepada bawahan dan bawahannya lagi sampai ke tingkat hakim atau KUA. Tetapi petugas itu tidak punya wewenang sedikit pun kecuali atas nama pemerintahan yang sah dan berdaulat.
Jadi tidak mungkin Islam hanya diterapkan secara individual belaka. Syariat Islam membutuhkan sebuah pemeritahan resmi (negara) untuk bisa diterapkan sebagaimana adanya.
Apalagi kalau kita sudah bicara hukum hudud, seperti kewajiban memotong tangan pencuri, merajam pezina, mencambuk peminum khamar, menyalib pelaku hirabah dan sebagainya. Semua itu hukumnya wajib dijalankan, lantaran perintahnya sangat tegas di dalam Al-Quran dan tidak terbantahkan lagi. Namun tak sepotong pun dari hukum hudud itu yang boleh dilakukan, kecuali hanya dalam format sebuah pemerintahan negara yang berdaulat resmi. Kalau bukan negara yang melaksanakan, maka tidak seorang pun yang boleh melakukannya. Kiyai, ulama, ustadz, da'i, pembimbing rohani atau siapapun tidak pernahpunya wewenang untuk menjalankan hukum itu. Kecuali kepala pemerintahan atau siapapun yang diberikan kewenangan olehnya.
Pemisahan Agama dan Negara
Sesungguhnya ide pemisahan agama dan negara tidak pernah terjadi di dalam dunia Islam, kecuali setelah terjadi masuknya arus pemikiran sekuler barat lewat agen-agennya yang telah menjadi budak. Bagi barat yang gagal dalam beragama pernah mengalami masa-masa paling buruk dengan geraja, di mana mereka hidup di bawah hegemoni pendeta dan gereja yang telah berlaku zalim, wajarlah bila ada dendam kesumat kepada agama (baca: kristen).
Ribuan tahun bangsa barat diperkosa oleh razim gereja, hingga suatu ketika dendam dan sakit hari mereka kepada gereja sudah tidak terbendung lagi. Akhirnya lahirlah jabang bayi sekulerisme di barat dan tumbuh dengan sehatnya.
Akan halnya umat Islam, sejarah gelap itu tidak pernah terjadi. Sehingga umat Islam tidak pernah punya alasan secuil pun untuk memisahkan agama dari negara. Justru ide pemisahan agama dengan negara itulah yang menjadikan umat Islam tercerabut dari jati dirinya.
Bagaimana tidak?
Bukankah umat Islam selalu hidup maju dan gemilang di bawah panji-panji khilafah Islamiyah? Bukankah umat Islam belum pernah hidup tanpa ada pemerintahan Islam yang berkuasa, sejak dari masa nabi SAW hingga abad 20 ini? Bukankah kemajuan ilmu pengetahuan umat Islam mencapai puncaknya justru bersama dengan para penguasa khilafah itu?
Ketika khilafah terakhir ditumbangkan pada tahun 1924 lalu, maka runtuh pula kekuatan umat Islam. Wilayahnya yang sedemikian luas dari Maroko hingga Marouke itu satu per satu habis dikoyak taring-taring berdarah penjajah barat. Bumi dan kekayaan alam umat Islam habis dijarah. Akhlaq dan moral bangsa-bangsa muslim dirusak dan diganti dengan budaya bejat barat yang dekaden dan lacur. Ilmu pengetahuan umat Islam dibajak dan diboyong ke barat.
Semua terjadi justru ketika umat Islam menanggalkan agama dari negara. Ide-ide sekulerisme hanya cocok buat bangsa barat yang bermasalah dengan agamanya. Namun buat Islam, sekulerisme justru tidak produktif, malah cenderung destruktif, merugikan dan malah bunuh diri.
Hanya orang-orang yang hatinya benci kepada Islam saja yang berteriak-teriak menganjurkanpemisahan agama dan negara. Sebab hasilnya terlalu jelas, bahwa umat Islam segera menemui kehancurannya ketika memisahkan agama dan negara.
Semoga Allah SWT melindungi umat Islam dari tipu daya pemikiran jahat sekulerisme sesat. Semoga Allah SWT mengembalikan saudara-saudara kita muslimin yang sempat terpesona dengan seronok pemikiran dangkal itu dan bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Amien
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.