![]() ![]() ![]() ![]() |
Ustadz Menjawab
bersama Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc.
Teknis Puasa Umat Terdahulu
Kamis, 21 Agu 08 05:51 WIB
Assalamu Alaikum Warah matullahi Wabarakatuh
Ust tolong dijlelaskan sejarah puasa umat terdahulu berdasarkan ayat 183 surat Al-baqorah. "sebagaimana kami wajibkan umat sebelum kalian"
Kami tunggu jawabannya secepatnya.
Syukran atas jawabannya
Fulan
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Setiap umat manusia pasti dikirimi nabi dan syariah. Dan setiap nabi dan syariah yang turun, pasti ada puasa di dalamnya, sebagaimana juga shalat dan zakat.
Namun dari bentuk teknisnya, bentuk puasa yang Allah syariatkan buat umat terdahulu memang agak berbeda dengan puasa yang diperintahkan kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Ada beberapa contoh yang bisa disebut, antara lain:
1. Berpuasa Sehari Berbuka Sehari
Kepada Nabi Daud dan umatnya, Allah SWT mewajibkan puasa. Tapi dari segi waktunya agak berbeda dengan yang diperintahkan kepada umat nabi Muhammad SAW.
Kalau umat Nabi Muhammad SAW diperintahkan berpuasa hanya di bulan Ramadhan, maka buat umat Nabi Daud, puasanya bukan hanya di bulan Ramadhan, melainkan di semua bulan sepanjang tahun.
Namun tidak setiap hari melainkan berpuasa sehari dan berbuka sehari. Begitu seterusnya sampai meninggal dunia.
Ini adalah jenis puasa yang diperintahkan kepada umat nabi Daud 'alaihissalam. Kita bisa mengetahuinya karena ada hadits nabawi yang menceritakan hal tersebut.
Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling utama. Aku menjawab, "Aku mampu lebih dari itu." Nabi SAW bersabda, "Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu." (HR Bukhari)
Hadits ini adalah hadits yang shahih, terdapat di dalam kitab Shahih Bukhori Juz 2 halaman 697 hadits nomor 1875.
Seandainya puasa dengan cara seperti ini diwajbkan kepada kita, rasanya sulit sekali. Karena itulah kita wajib bersyukur bahwa Allah SWT telah menasakh syariat-Nya, dan menggantinya denga yang lebih sesuai dengan keadaan kita.
2. Tidak Berbicara
Lain lagi halnya dengan puasa yang diperintahkan kepada Maryam, ibunda Isa 'alaihissalam. Bukan hanya tidak boleh makan dan minum, tetapi juga tidak boleh berbicara.
Keterangan itu bisa kita baca di dalam Quran, yaitu pada surat Maryam, surat yang ke-19.
Di dalam ayat-ayat itu, kita mengetahui dari kisah Maryam ketika ditanyai oleh kaumnya tentang status anak yang ada digendongannya, Maryam yang saat itu sedang nadzar berpuasa tidak menjawab sepatah kata pun.
Beliau hanya menunjuk kepada bayi yang ada dalam gendongannya, yaitu Nabiyyulah Isa 'alaihissalam. Dan atas izin dan kehendak Allah, Nabi Isa pun berbicara.
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini." (QS. Maryam: 26)
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.(QS. Maryam: 27)
Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina", (QS. Maryam: 28)
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?"(QS. Maryam: 29)
Kalau buat umat Muhammad SAW, tidak berbicara saat puasa tidak termasuk hal-hal yang membatalkan. Tetapi sekedar sunnah atau keutamaan saja.
Dan tentunya masih banyak bentuk puasa lainnya yang diberlakukan buat umat sebelum kita.
Namun yang jelas, khusus buat kita, Allah SWT memberi banyak rukhshah (keringanan), seperti kebolehan tidak berpuasa buat orang sakit, atau musafir atau orang yang sudah tidak mampu berpuasa.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc